Sebagai Menteri Pertahanan, saya telah memperhitungkan dan merancang program bersama mitra industri Amerika Serikat

Jakarta (ANTARA) - Setelah 2 tahun lebih mengalami perlambatan akibat pandemi COVID-19, akhirnya sektor pertahanan Indonesia kembali bergeliat terkhusus pada gelaran Indo Defence 2022.

Pameran pertahanan dan industri terkait terbesar di Tanah Air itu terakhir digelar pada 2018 dan seharusnya dilaksanakan lagi pada 2020 namun ditunda karena wabah itu.

Kali ini, ada 950 perusahaan yang turut serta, terdiri atas 158 perusahaan dari dalam negeri dan 747 perusahaan dari luar negeri dari 59 negara. Perwakilan delegasi hadir dari 31 negara pada gelaran di Jakarta pada 2-5 November lalu; termasuk dari negara-negara yang selama ini dikenal menjadi industrialis utama pertahanan dunia walau kehadiran Rusia diwakili hanya dua perusahaan.

Dari Amerika Serikat, hadir Boeing, yang di Indonesia sangat kondang dengan armada pesawat transportasi komersialnya, di antaranya Boeing B-747 seri klasik pada masa lalu, dan kini B-737 Max series, tahun ini juga hadir dengan deretan sistem kesenjataan dan perangkat utama perang mereka, yang tergabung dalam Boeing Defence, Space, and Security.

Semula mereka akan menghadirkan pesawat tempur legendaris yang terbukti ampuh di laga pertempuran, F-15EX Eagle II, di terminal selatan Pangkalan Udara TNI AU Halim Perdanakusuma, Jakarta. Namun hingga hari pembukaan dan akhir pameran, sosok si elang tempur bermesin dua dengan kecepatan maksimal 2,5 mach itu tidak ada.

Pada sisi lain gedung pameran, hadir juga kampiun industri pertahanan Amerika Serikat, Lockheed Martin, yang pesawat tempurnya, F-16 Fighting Falcon, menjadi salah satu tulang punggung pertahanan udara di Tanah Air. Mereka hadir di dalam gerai yang di dalamnya juga terdapat simulator F-16 dengan kokpit dan perangkat avionika dalam ukuran sebenarnya.

Publik di Tanah Air sudah terinformasi bahwa Boeing tengah menawarkan F-15EX kepada Indonesia, sementara tanda tangan kontrak pembelian Rafale dari Dassault Aviation juga telah dibukukan dan uang muka untuk pengadaan enam unit Rafale bermesin dua itu juga telah disorong kepada pemerintah Prancis.

Surut sebentar ke beberapa bulan sebelumnya, Menteri Pertahanan Prancis Florence Parly datang ke Jakarta menemui Menteri Pertahanan Prabowo Subianto bersama sebarisan petinggi-petinggi industri pertahanan terkemuka negara itu.

Peta sistem dan perangkat pertahanan Indonesia di udara, dalam waktu dekat dan menengah, banyak ditunggu orang perkembangannya mengingat sebagai negara terbesar di ASEAN, posisi Indonesia menjadi sangat penting. Menjawab pertanyaan ANTARA soal F-15 yang ditawarkan kepada Indonesia, Presiden Pengembangan Bisnis Boeing, Heidi Grant, beberapa waktu lalu di arena Indo Defence 2022 menyatakan, "Sedikit mundur ke belakang, saya telah bekerja sama dengan Indonesia cukup lama dalam berbagai peran penugasan saya, terutama dengan Angkatan Udara."

Sebelum bergabung dengan Boeing, Grant merupakan Direktur Badan Kerja Sama Keamanan Pertahanan Departemen Pertahanan Amerika Serikat, yang bertanggung jawab atas berbagai perlengkapan pertahanan, pelatihan militer, dan layanan-layanan lain terkait. Ia mengawasi penjualan 15.000 benda pertahanan Amerika Serikat di 150 negara dengan nilai lebih dari 600 miliar dolar AS. Ia juga mengatur program sertifikasi bagi 20.000 warga sipil dan militer di sana. Ia nyaris setahun bergabung dengan Boeing.

Kali ini, skema penawaran yang terjadi dalam jumlah yang cukup ambisius, yaitu 36 unit F-15EX, yang jika jadi diakuisisi Indonesia akan diberi kode F-15ID. 36 unit itu bisa untuk mengisi dua skuadron tempur TNI AU. Untuk membahas hal ini, Grant mengupasnya berdasarkan skala waktu yang dia alami waktu itu, saat dia bekerja untuk Pentagon di bawah administrasi Mark Esper serta telah bertemu dengan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, sebelumnya sebagai salah seorang pimpinan di Pentagon.

"Terjadi pembicaraan yang sistematis kemudian. Apa yang Anda perlukan? Apa rencana modernisasi yang Anda inginkan? Ada banyak sekali modernisasi yang beliau inginkan agar pertahanan (Indonesia) menjadi lebih kuat lagi. Sekarang, saya tergabung dengan Boeing dan kemitraan dengan beliau, dan hal yang terjadi adalah apa yang bisa dilakukan Boeing untuk mewujudkan visi Anda itu. Diskusi beranjak kepada F-15 dan kami menoleh kepada para ahli tentang apa yang F-15 bisa lakukan," kata dia.

Hal yang dibicarakan juga adalah penting untuk mendiversifikasi sumber-sumber peralatan pertahanan Indonesia, termasuk juga tentang bagaimana perpaduan jenis-jenis pesawat tempur yang berbeda dengan kemampuan yang berbeda-beda untuk mendukung visi itu.

“Kami melihat bahwa F-15 merupakan pesawat tempur yang sangat persis dengan keinginan beliau. Pesawat tempur canggih yang dapat disediakan ketimbang F-35 yang selalu dibicarakan khalayak ataupun F-16 yang telah dipergunakan," kata dia.

F-16 yang semula ada di bawah General Dinamics dan kini Locheed Martin merupakan salah satu penjuru penting modernisasi pertahanan nasional, yang ditandai dengan peluncuran Proyek Peace Bima Sena I, saat 12 unit F-16 Block 15 OCU dikirimkan ke Indonesia pada dasawarsa '80-an. Kehadiran F-16 yang ditempatkan di Skuadron Udara 3 TNI AU saat itu mengakhiri ketiadaan pesawat tempur mumpuni Indonesia yang sesuai dengan perkembangan zaman.

Waktu yang kemudian membuktikan bahwa F-16 TNI AU mampu tetap berdinas hingga saat ini, dan kepentingan nasional pada dasawarsa 2000-an mengharuskan ada penambahan armada pesawat tempur multiperan itu.

Grant mengungkap beberapa hal yang diunggulkan, meliputi daya angkut dan jarak jelajah yang jauh pesawat tempur berat yang terbang perdana pada 1972. Pada tahun itu pula F-16 terbang perdana.

"Pertanyaan Anda tadi adalah kapan? Harapan saya adalah akhir tahun ini kami mendapatkan keputusan akhir dari pihak Indonesia. Kami paham, sangat jelas bagi Menteri Pertahanan Indonesia bahwa ada beberapa prioritas bagi beliau, di antaranya peremajaan F-16 untuk memastikan armada pesawat tempur itu tetap mutakhir. Ada banyak prioritas pendanaan yang harus ditempuh untuk kepentingan itu. F-15 bukanlah prioritas utama namun itu tergantung pada pendanaan, bukan?" kata dia.

"Beliau bukanlah satu-satunya pengambil keputusan, masih banyak lagi, hingga ke tingkat Presiden Indonesia. Pimpinan senior Boeing telah bertemu dengan Presiden Anda," kata dia.


Menguatkan hubungan

Di dalam Pasal 43 UU Nomor 16/2012 tentang Industri Pertahanan Nasional tercantum banyak persyaratan akuisisi benda-benda pertahanan dan sistem persenjataan dari luar negeri, dan yang paling sering disorot adalah tentang kewajiban alih teknologi, imbal dagang, off set, hingga jaminan tidak akan diembargo suatu saat. Indonesia punya pengalaman buruk soal embargo persenjataan ini pada masa lalu, saat TNI tidak boleh menggunakan beberapa sistem kesenjataannya sendiri di dalam negeri.

Tentang ini, Grant berujar, "Tidak ada perusahaan lain selain Boeing yang memenuhi persyaratan-persyaratan di dalam UU itu untuk mewujudkan Visi 2045. Jika Anda melihat bagaimana hubungan dengan Indonesia terbangun sejak 73 tahun lalu dimulai dengan jajaran pesawat terbang komersial kami, dan kami ingin menguatkan hubungan itu. Kami yakin F-15ID merupakan kesempatan yang baik untuk mewujudkan hal itu," kata dia.

Ia berterima kasih bahwa mereka diberikan akses untuk bertemu dengan perusahaan-perusahaan pertahanan nasional sehingga jalan untuk mewujudkan kewajiban di dalam UU Nomor 16/2012 itu bisa dirintis.

Seolah tidak ingin kehilangan momentum, Menteri Pertahanan Amerika Serikat, Llyod Austin III (pensiunan jenderal bintang empat, Komandan Ke-12 Centcom dengan beragam bintang penghargaan), terbang ke Indonesia dalam rangkaian perjalanan dinas lintas benuanya pada Senin, 21 November lalu. Ia menapakkan kakinya di Jakarta setelah terbang dari Kanada memakai E-4B "Doomsday" Advanced Airborne Aircraft, yang berbasis Boeing B-747 seri 400. Dari Jakarta, dia lepas landas menuju Kamboja untuk menghadiri Pertemuan Menteri Pertahanan ASEAN 2022.

Pada kunjungannya ke Kantor Kementerian Pertahanan di Jalan Medan Merdeka Barat, Austin III disambut jajar kehormatan oleh tuan rumah dan mengadakan pertemuan bilateral tertutup. Dari sekitar 60 menit waktu yang dijadwalkan, molor menjadi hampir 2 jam dari rencana. Kepada pers, kedua menteri pertahanan, Prabowo dan Austin III, memberikan pernyataan soal peningkatan kerja sama pertahanan/militer dan diplomasi militer yang sedang dan akan dilaksanakan kedua negara, juga tentang perkembangan kawasan Laut China Selatan, yang bisa terekskalasi sewaktu-waktu.

Saat ditanya soal rencana pengadaan F-15, Prabowo menyatakan, "Perundingan tetap berjalan dan kini keputusannya tergantung Pemerintah Indonesia. Karena Anda semua tahu, prioritas adalah bagaimana penanganan COVID-19 dan menyiapkan dampak situasi pangan, dampak inflasi yang dipicu peningkatan harga minyak dunia. Dampak perang di Ukraina itu sangat nyata dan semua institusi keuangan dunia, IMF, Bank Dunia, ADB, dan lain-lain, mengingatkan tentang perubahan iklim tahun depan. El Nino dan lain sebagainya. Ini tentu memberi pengaruh pada proses pengambilan keputusan pemerintah Indonesia."

"Sebagai Menteri Pertahanan, saya telah memperhitungkan dan merancang program bersama mitra industri Amerika Serikat. Kami berkeyakinan dan memberi saran kepada Pemerintah Indonesia bahwa paket keuangannya terjangkau karena sistem yang akan kami tempuh itu kurun waktunya 25-30 tahun ke depan," kata Prabowo.

Sementara Austin III memberi tanggapan bahwa mereka mendukung modernisasi dan kapabilitas pertahanan Indonesia. "Sebagaimana kita tahu, kami mendukung kelangsungan F-16, sementara F-15 memberikan kemampuan tambahan, kami memiliki beberapa variannya. Akuisisi F-15 meningkatkan operabilitas di udara dan kami terus berlatih menggunakan platform itu," kata dia.

Setelah memberikan keterangan pers itu, Austin III beranjang sana kepada Panglima TNI Jenderal TNI Andika Perkasa, dan dari sana langsung menuju Pangkalan Udara TNI AU Halim Perdanakusuma menuju Kamboja menggunakan pesawat "Doomsday"-nya. Di sana, dia akan bertemu lagi dengan koleganya dari Indonesia, Prabowo Subianto.






Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2022